BY :
IVO YANI
A. Pendahuluan
Kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat khususnya teknologi informasi dan
komunikasi (ICT) ternyata mempengaruhi berbagai aspek kehidupan manusia
sehari-hari. Proses perubahan ini juga berdampak bagi dunia pendidikan dan
menimbulkan pertentangan filosofis yang sangat nyata dalam dunia pendidikan.
Beberapa pertentangan tersebut, menurut Onno W. Purbo (2002) antara lain
adalah:
1.
Apakah kita menganut pola
pengajaran teaching based yang berpusat pada guru? Atau learning based
dimana guru hanya berfungsi sebagai fasilitator?
2.
Apakah kita akan membentuk peserta didik
sebagai konsumen informasi dan pengetahuan? Atau aktif sebagai produsen
pengetahuan?
3.
Apakah kita percayakan penilaian
institusi pendidikan kepada Badan Akreditasi Nasional (BAN)? Atau langsung kepada
pengakuan masyarakat?
4.
Apakah kita mengejar ijazah, sertifikat,
KUM? Atau bertumpu langsung pada pengakuan masyarakat?
5.
Apakah kita yakin dengan pendidikan
formal yang standar, terstruktur, dan diseragamkan berbasis pada kurikulum
nasional untuk membentuk karakter manusia yang berbeda-beda? Atau bertumpu pada
pendidikan informal, tanpa kurikulum?
Memang
harus diakui bahwa tidak mudah meramalkan apa yang terjadi pada dunia pendidikan
di masa depan. Namun demikian, berdasarkan pengalaman di masa lalu, kita bisa
menarik suatu pelajaran bahwa perubahan-perubahan yang terjadi di bidang
pendidikan tidaklah berlangsung secara revolusioner, tetapi selalu evolusioner
atau gradual. Seseorang yang tidak dapat mengikuti pendidikan konvensional
karena berbagai faktor penyebab, seperti harus bekerja (time constraint),
kondisi geografis (geogrfaphical constraint), jarak yang jauh (distance
constraint), kondisi fisik yang tidak memungkinkan (physical constraint), daya
tampung sekolah konvensional yang tidak memungkinkan (limited available seats),
phobia terhadap sekolah, putus sekolah, atau karena memang dididik melalui
pendidikan keluarga di rumah (home shcooling) dimungkinkan untuk dapat tetap
belajar, yaitu melalui e-learning.
B. Pengertian
E-Learning
Banyak pakar
pendidikan memberikan defenisi mengenai e-learning, seperti yang dipaparkan
oleh Thomson, Ganxglass, dan Simon (dalam Siahaan, 2004) bahwa e-learning
merupakan suatu pengalaman belajar yang disampaikan melalui teknologi
elektronika. Secara utuh e-learning (pembelajaran elektronik) dapat
didefenisikan sebagai upaya menghubungkan pembelajar (peserta didik)
dengan sumber belajarnya (database, pakar/instruktur, perpustakaan) yang secara
fisik terpisah atau bahkan berjauhan namun dapat saling berkomunikasi,
berinteraksi atau berkolaborasi secara (secara langsung/synchronous dan secara
tidak langsung/asynchronous).
E-learning merupakan
bentuk pembelajaran/pelatihan jarak jauh yang memanfaatkan teknologi
telekomunikasi dan informasi, misalnya internet, video/audiobroadcasting, video/audioconferencing,
CD-ROOM (secara langsung dan tidak langsung). Kegiatan e-learning termasuk
dalam model pembelajaran individual. Menurut Loftus (2001) dalam Siahaan (2004)
kegiatan e-learning lebih bersifat demokratis dibandingkan dengan kegiatan
belajar pada pendidikan konvensional, karena peserta didik memiliki kebebasan
dan tidak merasa khawatir atau ragu-ragu maupun takut, baik untuk mengajukan
pertanyaan maupun menyampaikan pendapat/tanggapan karena tidak ada peserta
belajar lainnya yang secara fisik langsung mengamati dan kemungkinan akan
memberikan komentar, meremehkan, atau mencemoohkan pertanyaan maupun
pernyataannya.
Profil peserta
e-learning adalah seseorang yang : (1) mempunyai motivasi belajar mandiri yang
tinggi dan memiliki komitmen untuk belajar secara bersungguh-sungguh karena
tanggung jawab belajar sepenuhnya berada pada diri peserta belajar itu sendiri
(2) senang belajar dan melakukan kajian-kajian, gemar membaca demi pengembangan
diri terus menerus, dan yang menyenangi kebebasan (3)mengalami kegagalan dalam
mata pelajaran tertentu di sekolah konvensional dan membutuhkan penggantinya,
atau yang membutuhkan materi pelajaran tertentu yang tidak disajikan oleh
sekolah konvensional setempat maupun yang ingin mempercepat kelulusan sehingga
mengambil beberapa mata pelajaran lainnya melalui e-learning, serta yang
terpaksa tidak dapat meninggalkan rumah karena berbagai pertimbangan.
C. Fungsi
Pembelajaran Elektronik (e-learning)
Menurut Siahaan
(2004), setidaknya ada 3 (tiga) fungsi pembelajaran elektronik terhadap
kegiatan pembelajaran di dalam kelas (classroom instruction):
1. Suplemen
(tambahan)
Dikatakan berfungsi
sebagai suplemen apabila peserta didik mempunyai kebebasan memilih, apakah akan
memanfaatkan materi pembelajaran elektronik atau tidak. Dalam hal ini tidak ada
kewajiban/keharusan bagi peserta didik untuk mengakses materi pembelajaran
elektronik. Sekalipun sifatnya opsional, peserta didik yang memanfaatkannya
tentu akan memiliki tambahan pengetahuan atau wawasan
2. Komplemen
(pelengkap)
Dikatakan berfungsi
sebagai komplemen apabila materi pembelajaran elektronik diprogramkan untuk
melengkapi materi pembelajaran yang diterima peserta didik di dalam kelas.
Sebagai komplemen berarti materi pembelajaran elektronik diprogramkan untuk
melengkapi materi pengayaan atau remedial. Dikatakan sebagai pengayaan
(enrichment), apabila kepada peserta didik yang dapat dengan cepat menguasai/
memahami materi pelajaran yang disampaikan pada saat tatap muka diberi
kesempatan untuk mengakses materi pembelajaran elektronik yang memang secara
khusus dikembangkan untuk mereka. Tujuannya agar semakin memantapkan tingkat
penguasaan terhadap materi pelajaran yang telah diterima di kelas. Dikatakan
sebagai program remedial, apabila peserta didik yang mengalami kesulitan
memahami materi pelajaran pada saat tatap muka diberikan kesempatan untuk
memanfaatkan materi pembelajaran elektronik yang memang secara khusus dirancang
untuk mereka. Tujuannya agar peserta didik semakin mudah memahami materi pelajaran
yang disajikan di kelas.
3. Substitusi
(pengganti)
Dikatakan sebagai
substitusi apabila e-learning dilakukan sebagai pengganti kegiatan belajar,
misalnya dengan menggunakan model-model kegiatan pembelajaran. Ada 3 (tiga) alternatif model yang dapat
dipilih, yakni:
(1) sepenuhnya
secara tatap muka (konvensional),
(2) sebagian
secara tatap muka dan sebagian lagi melalui internet, atau bahkan
(3) sepenuhnya melalui internet.
D. Penyelenggaraan
E-Learning
Pembelajaran
elektronik (e-learning) telah dimulai pada tahun 1970-an. Kegiatan belajar yang
bagaimanakah yang dapat dikatakan sebagai e-learning? Apakah
seseorang yang menggunakan komputer dalam kegiatan belajarnya dan melakukan
akses berbagai informasi (materi pembelajaran) dari internet dapat dikatakan
telah melakukan e-learning? Ilustrasi berikut merupakan kegiatan e-learning
(dalam Siahaan, 2004):
Ada seseorang yang membawa laptop ke sebuah
tempat. Dia melakukan akses terhadap berbagai materi program pelatihan
yang tersedia. Tidak ada layanan bantuan belajar dari tutor maupun dukungan
layanan belajar bentuk lainnya. Dalam konteks ini, apakah orang tersebut dapat
dikatakan telah melaksanakan e-learning? Jawabnya adalah TIDAK. Mengapa? Karena
yang bersangkutan di dalam kegiatan pembelajaran yang dilakukannya tidak
memperoleh layanan bantuan belajar dari tutor maupun layanan bantuan belajar
lainnya. Bagaimana kalau yang bersangkutan mempunyai telepon genggam kemudian
menghubungi seorang tutor? Apakah dalam konteks ini dapat dikatakan bahwa yang
bersangkutan telah melaksanakan e-learning? Jawabnya YA.
Dari ilustrasi di
atas, setidaknya dapat ditarik 3 (tiga) hal penting sebagai persyaratan
kegiatan belajar elektronik (e-learning), yaitu:
a. kegiatan
pembelajaran dilakukan melalui pemanfaatan jaringan (misalnya penggunaan
internet)
b. tersedianya
dukungan layanan belajar yang dapat dimanfaatkan oleh peserta didik, misalnya
CD-Room, atau bahan cetak, dan
c. tersedianya
dukungan layanan tutor yang dapat membantu peserta didik apabila mengalami
kesulitan.
Di samping ketiga
persyaratan tersebut masih dapat ditambahkan persyaratan lainnya, seperti
adanya:
a. lembaga
yang menyelenggarakan/ mengelola kegiatan e-learning,
b. sikap
positif dari peserta didik dan pendidik/tenaga kependidikan terhadap teknologi
komputer dan internet,
c. rancangan
sistem pembelajaran yang dapat dipelajari/diketahui oleh setiap peserta didik,
d. sistem
evaluasi terhadap kemajuan atau perkembangan belajar peserta didik, dan
e. mekanisme
umpan balik yang dikembangkan oleh lembaga penyelenggara.
Ada beberapa pertimbangan untuk menggunakan e-learning dewasa ini, antara lain :
Ada beberapa pertimbangan untuk menggunakan e-learning dewasa ini, antara lain :
a. harga
perangkat komputer semakin lama semakin terjangkau (tidak lagi diperlakukan
sebagai barang mewah).
b. Peningkatan
kemampuan perangkat komputer dalam mengolah data lebih cepat dan kapasitas penyimpanan
data semakin besar
c. Memperluas
akses atau jaringan komunikasi
d. Memperpendek
jarah dan mempermudah komunikasi
e. Mempermudah
pencarian atau penelusuran informasi melalui internet.
E. Penutup
Dengan semakin
berkembangnya teknologi informasi dan telekomunikasi serta desakan kompetisi
global, e-learning saat ini dirasakan tidak saja sebagai media alternatif untuk
melaksanakan proses belajar mengajar tetapi telah diposisikan sebagai alat
dalam mencapai pembentukan kompetitif yang global. Perkembangan di berbagai
negara memperlihatkan bahwa jumlah pengguna internet terus meningkat, jumlah
institusi penyelenggara e-learning dan peserta didik yang mengikutinya
juga bertambah. Bagaimana dengan Indonesia?
DAFTAR PUSTAKA
Purbo, Onno W. 2003.
E-Learning dan Pendidikan. Artikel Dalam Cakrawala Pendidikan Universitas
Terbuka.
Siahaan, Sudirman.
2004. E-Learning (Pembelajaran Elektronik) Sebagai Salah Satu Alternatif
Kegiatan Pembelajaran. Sumber dari internet.
Simamora, Lamhot S.P.
2003. E-Learning: Konsep dan Perkembangan teknologi Yang Mendukungnya. Artikel
dalam Cakrawala Pendidikan Universitas Terbuka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar